Tugas 1 Mengabstraksi Teks “’Negeri 5 Menara’: Mimpi Beda, Rasa Sama”

25 Februari 2016

Tugas 1 Mengabstraksi Teks “’Negeri 5 Menara’: Mimpi Beda, Rasa Sama”


Tugas 1 hal. 100 - 103

1.  Setujukah kalian bahwa film ini sangat inspiratif? Mengapa?
Setuju, karena film ini menceritakan tentang hal-hal baik seperti peranan penting orang tua, meluruskan pandangan orang tentang pesantren, persahabatan yang erat dan saling mendukung, mimpi-mimpi yang berusaha diwujudkan, dan usaha-usaha mereka untuk mewujudkan mimpinya.
2.  Apakah film ini mengandung nilai-nilai pendidikan? Apa saja?
Ya, nilai pendidikan yang terkandung antara lain :
·         Nilai religius terdiri atas cinta kepada Allah, ikhlas, belajar, mengajar, shalat, hafalan Alquran, beribadah, bersyukur, mohon ampun, dan berdoa
·         Nilai moral terdiri atas belajar bersama, disiplin, tertib, patuh, kerja keras, bersungguh-sungguh, jujur, patang menyerah, tanggung jawab, dan mandiri
·         Nilai sosial terdiri atas peduli, persaudaraan, kebersamaan, saling membantu, kerjasama, dan persahabatan
·         Nilai budaya terdiri atas adat jual beli, nama adat, dan garis keturunan. Semua nilai tersebut disampaikan tidak bersifat menggurui tetapi melalui struktur cerita yang memiliki nilai estetis
3.  Buatlah teks ulasan tentang film Negeri 5 Menara tersebut dengan menggunakan bahasa kalian sendiri. Perhatikan struktur teks dan kaidah kebahasaan yang membangunnya.
Negeri 5 Menara
Negeri 5 menara merupakan salah satu film inspiratif yang hadir di dunia perfilman Indonesia pada tahun 2012. Saya katakan inspiratif karena film ini mengajak para penontonnya untuk berjuang meraih apa yang mereka inginkan, meski seberapa berat perjuangan yang harus mereka tempuh.
Dikisahkan Alif merupakan anak yang tumbuh dalam keluarga yang religius. Selepas dari kelulusan, kedua orang tua Alif berniat memasukan anaknya itu ke sebuah pondok pesantren bernama Pondok Madani di tanah Jawa. Namun keinginan kedua orang tuanya ini tidak lantas disetujui oleh Alif, Alif pun berontak. Sebenarnya, Alif ingin masuk ke sekolah formal biasa untuk kemudian lulus dan menjadi mahasiswa ITB, tetapi keputusan kedua orang tuanya yang sudah bulat dan alasan mereka yang kuat membuat Alif akhirnya mengalah dan mengikuti keinginan mereka, meskipun ia melakukannya setengah hati. Meski begitu, Alif pun berangkat ke tanah Jawa menuju Pondok Madani di daerah Ponorogo, Jawa Timur.
Namun, meski tema dari film ini cukup bagus karena mengangkat tema yang ‘kekinian’,  alur film ini terkesan sangat lamban dan nyaris membosankan, terutama adegan saat awal film ini dimulai. Gerak-gerik Alif benar-benar dieksplor, sampai-sampai adegan yang menurut saya tidak efektif dan mengulur waktu pun juga dieksplor.
Kemudian, alur cerita bergulir ke pendaftaran Alif ke Pesantren Madani. Dalam cerita, Alif diantar ayahnya berangkat untuk mendaftar, dan diapun diterima. Disana ia bertemu dengan teman-teman barunya yaitu Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Said dari Surabaya, Raja dari Medan, dan Dulmajid dari Madura yang akan menemaninya menjalankan kehidupannya di pesantren Madani. Persahabatan mereka dikenal dengan Sahibul Menara, yaitu persahabatan 6 siswa pesantren Madani dengan cita-cita yang tinggi yang berusaha diraih bersama-sama.
Pada scene-scene yang ada di film, penggambaran persahabatan mereka sangat erat dan kekeluargaan. Mereka membawa kehangatan bagi para penonton seolah mereka benar-benar bersahabat dan akrab di dunia nyata.
Selain persahabatan dan kekeluargaan, unsur religius juga sangat kental dalam film ini. Terlepas dari seting film yang berada dalam pesantren, film ini secara tersirat mengajarkan penontonnya untuk menaati orang tuanya, semarah apapun kita pada orang tua kita dan mengajarkan bahwa kita harus berusaha mendapatkan apa yang kita mau, bukan hanya meminta dan berdoa saja, tetapi harus ada kerja nyata.
Pada film ini juga menggambarkan kehidupan pesantren yang sebenarnya, yang berbeda dari pandangan kebanyakan orang. Penggambaran kehidupan pesantren terkesan natural dan tidak berlebihan, dan secara tidak langsung film ini seolah ‘meluruskan’ pandangan miring orang-orang tentang pesantren dengan anak-anak bermasalah moral didalamnya.
Cerita film ini sangat panjang dengan alur cerita yang lambat, kemudian konflik-konflik mulai bermunculan dan hilang dengan penyelesaian yang cukup mencengangkan, karena konflik serasa sebagai kepentingan yang harus ada untuk kemudian diselesaikan dan dilupakan, bukan merupakan kejadian yang berakibat berarti pada cerita film.
Akhir cerita film ini pun dapat di tebak, perkiraan awal para lakon pasti akan sukses sangat benar. Namun pada film ini, tidak dijelaskan detil bagaimana usaha yang dialkukan para sahabat ini dalam mencapai suksesnya. Tidak seperti di awal film yang mendetil penggambarannya, pada adegan perjalanan sukses keenam sahabat ini tidak ada konflik yang membuat  penonton tercengang.

Film Negeri 5 Menara ini memang terkesan apa adanya, tanpa ada kejadian yang dilebih-lebihkan, namun alur cerita yang terlalu umum dan mudah ditebak membuat penonton sedikit bosan dengan ceritanya. Beruntungnya, film ini mengangkat tema yang sedang booming di Indonesia, sehingga ceritanya diminati dan penikmatnya cukup banyak.

0 comments :

Posting Komentar